Mamuju - Seekor ular sanca atau piton
dengan panjang mencapai tujuh meter di Desa Salubiro, Karossa, Mamuju Tengah,
Sulawesi Barat, dilaporkan memangsa seorang petani kelapa sawit di desa
tersebut. Benarkah ular piton bisa menelan manusia dewasa?
Pakar ular
atau herpetologis dari Universitas Brawijaya, Nia Kurniawan mengatakan manusia
bukan mangsa utamanya, namun ular sanca memilih mangsa yang sesuai kebutuhan
kalorinya.
"Ular
piton itu lebih memangsa babi hutan dan anjing hutan, yang lebih mudah ditemui
daripada manusia. Itu kebetulan saja kali ini, antara habitat manusia dan ular
sanca itu tumnpang tindih, yang memungkinkan manusia dimakan oleh piton,"
kata Nia Kurniawan.
Kabid Humas
Polda Sulawesi Barat Mashura mengatakan, awalnya warga desa melapor ke polisi
bahwa Akbar, petani kelapa sawit berusia 25 tahun itu isudah lebih dari 24 jam
belum juga pulang.
"Barulah
dilakukan pencarian ke kebun, tidak ditemukan. Yang ada hanya ular piton di
parit yang tidak bergerak. Curigalah warga," kata Mashura.
"(Ular)
dibedah, ditemukan Akbar di dalam ular itu," ujar Mashura.
Sekretaris
Desa Salubiro, Junaedi mengatakan kepada Isyana Artharini dari BBC Indonesia,
pencarian dilakukan oleh sekitar 60 orang penduduk desa, yang terbagi menjadi
tiga kelompok. Pencarian dimulai sejak petang hari dan mereka baru menemukan
ular di kebun kelapa sawit sekitar pukul 21.30 WITA.
Saat ditemukan,
ular itu tidak bergerak, tapi masih dalam kondisi hidup.
"Mulutnya
sering terbuka," kata Junaedi. Warga curiga karena melihat perut ular yang
besar sekali. "Kalau makan babi hutan pasti tidak sebesar itu,"
katanya.
Mereka lalu
membunuh ular tersebut dengan menggunakan tombak dan parang berkali-kali di
bagian kepalanya.
Dijelaskan
Junaedi, ular itu ditemukan di area yang berair dan berlumpur. Sehingga untuk
membedah perutnya, sesudah dibunuh, ular itu harus dipindahkan tempat yang
lebih kering.
"Sekitar
empat meter (dari tempat ditemukannya). Berat sekali," kata Junaedi.
Sehari
setelah ditemukannya ular tersebut dan Akbar di dalamnya, keluarga Akbar
bersama warga, menurut Junaedi, mengukur ular tersebut. Hasilnya? "Tujuh
meter lebih (panjangnya)," kata Junaedi.
Perilaku
ular sanca atau piton dalam memangsa manusia, kata Nia Kurniawan, pakar
herpetologis dari Universitas Brawijaya, bukan karena dia terancam, tapi karena
memang lapar dan harus makan.
"Hewan
karnivora, baik itu buaya, singa, harimau, ular, itu kan mengukur ukuran
kalori. Jadi kalau dia ularnya besar, dia pengen makan, dia menghitung massa
tubuh mangsanya'" kata Nia.
"Kalau
ular ukuran empat meter itu, ada tikus lewat, tidak akan dimakan sama dia. Tapi
kalau yang lebih besar minimal seukuran babi hutan, baru dia mau mengejar.
Karena dia menghitung energi, energi untuk memangsa itu kan cukup besar. Jadi
piton itu menjatuhkan diri, membelit. Dia akan menunggu sampai tidak ada detak
jantung, baru dia akan melonggarkan, terus memakan," paparnya pula.
Maka jika
piton yang dilaporkan mencapai tujuh meter, mereka akan mendapat kalori yang
dibutuhkan dari korban seukuran manusia.
"Kalau
kita dililit piton, jangan kita terlalu berontak-berontak. Pertama, energi kita
habis, kedua, nggak bisa lepas dari piton. Kalau kita pura-pura lemas, bisa
seketika itu ada kemungkinan lolos," kata Nia.
Piton
biasanya akan menjatuhkan diri dari pohon-pohon yang tinggi, sehingga Nia
memperkirakan bahwa daerah perkebunan kelapa sawit dulunya adalah kawasan hutan
yang merupakan tempat mereka mencari makan dan bertahan hidup.
Ukuran piton
yang besar membuatnya tidak bisa mengejar mangsa, seperti halnya kobra yang
menyukai kebun kelapa sawit di Riau karena teduh. Namun baik kobra maupun piton
kemungkinan melihat kebun kelapa sawit sebagai lokasi mendapatkan sumber
makanan.
Bagi ular
sanca, kebun kelapa sawit menguntungkan karena kawasan itu menarik perhatian
babi hutan, monyet, anjing hutan atau manusia -semuanya berpotensi menjadi
mangsa yang bisa memberikan kalori cukup bagi mereka.
Juru bicara
kepolisian Sulawesi Barat, Mashura, mengatakan, kebun sawit Akbar berada di
pinggir jalan provinsi yang kondisinya bagus, kata Mashura, namun untuk masuk
ke dalam, ada jalan-jalan setapak dan parit.
Keberadaan
ular piton di wilayah itu, menurut Mashura, cukup langka.
Menurutnya,
beberapa bulan sebelumnya, warga juga sempat melaporkan adanya ular piton pada
polisi. Ular itu kemudian ditangkap bersama dengan Dinas Kehutanan dan
Pertanian dan dilaporkan ditembak di tempat karena warga yang merasa takut.
"Tidak
setiap minggu, setiap bulan, tidak (ada ular). Sepanjang 2016 ditemukan baru
sekali, baru sekarang ditemukan lagi. Namanya hutan, perlu diantisipasi,"
kata Mashura.
Polda Sulawesi Barat WargaDesaSalubiro akan membelah perut ular sanca yang ditemukan.
Sekretaris
Desa Salubiro, Junaedi mengatakan dia tak ingat tepatnya kapan lahan dibuka,
namun lahan itu tak khusus dibuka untuk kelapa sawit. "Dulu cokelat,
jeruk, baru sekarang kelapa sawit," katanya.
Namun ketika
lahan dibuka, mereka tak pernah mendengar adanya laporan soal keberadaan ular.
Konflik
antara satwa dan manusia di perkebunan kelapa sawit beberapa kali terjadi, tapi
seringnya melibatkan gajah dan orangutan. Gajah dan orangutan yang memakani
buah kelapa sawit dianggap sebagai hama oleh penduduk sekitar, dan satwa itu
pun diracun, diburu dan ditembak, atau malah dibakar dan dimakan oleh warga.
(nwk/nwk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar